
Peran Radio Dalam Pendidikan Politik Pemilu
Makassar, kpu.go.id- Media massa mempunyai peran penting dalam pemilu, salah satunya radio, untuk membantu penyelenggara pemilu dalam sosialisasi informasi pemilu dan pendidikan politik di masyarakat. Salah satu kelebihan radio dalam penyebaran sosialisasi informasi pemilu adalah mempunyai jangkauan yang luas, hingga mencapai ke daerah-daerah terpencil.
Hal tersebut disampaikan Jayadi Nas, mantan Ketua KPU Provinsi Sulawesi Selatan, saat menjadi pembicara dalam kegiatan Seminar Peran Radio Siaran Swasta Nasional dalam Pemilu, Selasa (6/5) di Hotel Jakarta, Makassar, Sulawesi Selatan.
"Radio siaran diharapkan bisa membantu penyelenggara pemilu dalam sosialisasi pemilu dan untuk menghadapi trend penurunan tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu, terlebih pasca pemilu legislatif ini akan segera digelar juga pemilu presiden dan wakil presiden," papar Jayadi Nas yang pernah menjadi Ketua KPU Provinsi Sulawesi Selatan pada periode 2008-2012.
Seminar tersebut diselenggarakan atas kerjasama Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia dengan Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) Sulawesi Selatan dalam rangka mendukung penyelenggaraan Pemilu 2014. Kegiatan serupa juga telah dilaksanakan KPU RI dengan PRSSNI Yogyakarta 2 Mei 2014 yang lalu.
Jayadi juga mengharapkan radio siaran swasta dapat ikut memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat, terutama dalam menyongsong pemilu presiden dan wakil presiden yang akan diselenggarakan pada tanggal 9 Juli 2014. Radio bisa juga menjadi salah satu media kontrol sosial dalam segala permasalahan yang terjadi dalam pemilu, karena radio dapat masuk ke seluruh tahapan pemilu untuk menyampaikan pesan-pesan kepada masyarakat dalam menciptakan pemilu yang baik.
Melalui seminar ini juga diharapkan radio dapat memberikan pembelajaran kepada masyarakat, salah satunya tentang money politic dalam pemilu. Seperti contohnya stigma yang muncul di tengah masyarakat, penyelenggaraan pemilu dijadikan sumber pendapatan, baik melalui kampanye atau serangan fajar. Selain kepada masyarakat, juga kepada penyelenggara pemilu ditingkat bawah, seperti PPK, PPS, dan KPPS, dalam hal etika penyelenggara, untuk menjaga independensi mereka dalam pelaksanaan pemilu.
Selain Jayadi Nas, seminar ini juga menghadirkan narasumber Mulyadi Mau dan Andi Mangari dari praktisi media, kemudian peserta yang hadir dari pengelola radio-radio siaran swasta di Provinsi Sulawesi Selatan.
Andi Mangari mengungkapkan keprihatinannya dengan realita hasil pemilu dan keanehan di masyarakat. Hal tersebut contohnya seperti adanya calon yang pernah mempunyai masalah di masyarakat, baik asusila maupun korupsi, tetapi tetap bisa terpilih menjadi wakil rakyat. Disinilah peran penting radio untuk menjadi perekat sosial ditengah masyarakat dalam pemilu.
Sementara itu, Mulyadi Mau mengutip dari pakar politik Lement (1989), bahwa media massa berpotensi memperkuat identitas politik dan mendorong partisipasi politik. Legitimasi pemilu demokratis akan mengalami ancaman serius jika masyarakat tidak memiliki akses dan kemampuan untuk mendapatkan informasi yang berkualitas dari media massa. Berdasarkan survey, kampanye tatap muka itu hanya efektif 23 persen saja, sehingga sisanya 77 persen potensi di media massa, salahsatunya radio.
Radio mempunyai trend menarik, tambah Mulyadi, trend mendengarkan radio secara mobile, seperti sambil berkendara di jalan ditengah kemacetan dan streaming atau gelombang FM melalui ponsel. Kekuatan radio itu ada di imaginasi dan tidak rasial, selain itu dengan radio siapapun dalam melakukan aktifitasn, berbeda dengan TV yang rasial dan perlu mata untuk menontonnya. Radio juga bisa berfungsi sebagai reminder, untuk mengingatkan pendengar, misalnya untuk pelaksanaan pemilu presiden dan wakil presiden 9 Juli 2014 yang akan datang. (ajg/tdy/arf)
Hal tersebut disampaikan Jayadi Nas, mantan Ketua KPU Provinsi Sulawesi Selatan, saat menjadi pembicara dalam kegiatan Seminar Peran Radio Siaran Swasta Nasional dalam Pemilu, Selasa (6/5) di Hotel Jakarta, Makassar, Sulawesi Selatan.
"Radio siaran diharapkan bisa membantu penyelenggara pemilu dalam sosialisasi pemilu dan untuk menghadapi trend penurunan tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu, terlebih pasca pemilu legislatif ini akan segera digelar juga pemilu presiden dan wakil presiden," papar Jayadi Nas yang pernah menjadi Ketua KPU Provinsi Sulawesi Selatan pada periode 2008-2012.
Seminar tersebut diselenggarakan atas kerjasama Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia dengan Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) Sulawesi Selatan dalam rangka mendukung penyelenggaraan Pemilu 2014. Kegiatan serupa juga telah dilaksanakan KPU RI dengan PRSSNI Yogyakarta 2 Mei 2014 yang lalu.
Jayadi juga mengharapkan radio siaran swasta dapat ikut memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat, terutama dalam menyongsong pemilu presiden dan wakil presiden yang akan diselenggarakan pada tanggal 9 Juli 2014. Radio bisa juga menjadi salah satu media kontrol sosial dalam segala permasalahan yang terjadi dalam pemilu, karena radio dapat masuk ke seluruh tahapan pemilu untuk menyampaikan pesan-pesan kepada masyarakat dalam menciptakan pemilu yang baik.
Melalui seminar ini juga diharapkan radio dapat memberikan pembelajaran kepada masyarakat, salah satunya tentang money politic dalam pemilu. Seperti contohnya stigma yang muncul di tengah masyarakat, penyelenggaraan pemilu dijadikan sumber pendapatan, baik melalui kampanye atau serangan fajar. Selain kepada masyarakat, juga kepada penyelenggara pemilu ditingkat bawah, seperti PPK, PPS, dan KPPS, dalam hal etika penyelenggara, untuk menjaga independensi mereka dalam pelaksanaan pemilu.
Selain Jayadi Nas, seminar ini juga menghadirkan narasumber Mulyadi Mau dan Andi Mangari dari praktisi media, kemudian peserta yang hadir dari pengelola radio-radio siaran swasta di Provinsi Sulawesi Selatan.
Andi Mangari mengungkapkan keprihatinannya dengan realita hasil pemilu dan keanehan di masyarakat. Hal tersebut contohnya seperti adanya calon yang pernah mempunyai masalah di masyarakat, baik asusila maupun korupsi, tetapi tetap bisa terpilih menjadi wakil rakyat. Disinilah peran penting radio untuk menjadi perekat sosial ditengah masyarakat dalam pemilu.
Sementara itu, Mulyadi Mau mengutip dari pakar politik Lement (1989), bahwa media massa berpotensi memperkuat identitas politik dan mendorong partisipasi politik. Legitimasi pemilu demokratis akan mengalami ancaman serius jika masyarakat tidak memiliki akses dan kemampuan untuk mendapatkan informasi yang berkualitas dari media massa. Berdasarkan survey, kampanye tatap muka itu hanya efektif 23 persen saja, sehingga sisanya 77 persen potensi di media massa, salahsatunya radio.
Radio mempunyai trend menarik, tambah Mulyadi, trend mendengarkan radio secara mobile, seperti sambil berkendara di jalan ditengah kemacetan dan streaming atau gelombang FM melalui ponsel. Kekuatan radio itu ada di imaginasi dan tidak rasial, selain itu dengan radio siapapun dalam melakukan aktifitasn, berbeda dengan TV yang rasial dan perlu mata untuk menontonnya. Radio juga bisa berfungsi sebagai reminder, untuk mengingatkan pendengar, misalnya untuk pelaksanaan pemilu presiden dan wakil presiden 9 Juli 2014 yang akan datang. (ajg/tdy/arf)
Bagikan:
Telah dilihat 7,276 kali